Powered By Blogger

Minggu, 22 Maret 2015

SEKILAS TENTANG DESA PECALUKAN


Kelurahan Pecalukan

Letak:
Desa Pecalukan terletak di Kecamatan Prigen di hunjuran lereng Gunung Welirang,
hawanya yang sejuk, tanahnya pun subur walaupun daerah tertentu banyak terdapat
batu gilang, padas ataupun pasir. Mata pencaharian masyarakat sangat variatif mulai

petani, penambang belerang, pedagang, pegawai perusahaan maupun PNS.

Asal usul Desa pecalukan:
Setiap orang yang berkunjung ke sebuah daerah tertentu terbesit keinginan untuk
mencari tahu mengapa daerah ini dinamakan desa Pecalukan. Tidak salah memang
ternyata daerah ini menyimpan asal usul desa ini sangat menarik sebagai bagian dari
kekayaan khasanah budaya bangsa.

Menurut Legenda yang ada
Pada Jaman dahulu kala terbetik ceritera Raden Mas Adziman (MBAH ADZIMAN)putera dari Raden Mas Subronto  dari kerajaan Mataram di Jawa Tengah mengadakan perjalanan laut menyusuri pantai selatan pulau jawa menggunakan perahu, hal tersebut dilakukan
Raden Mas Subronto karena merasa perlu memberikan pengalaman kepada putranya
yang saat itu menginjak dewasa. Disamping itu mereka meninggalkan Kerajaan Mataram
karena pada saat itu Kerajaan Mataram mengalami penurunan karena diserang
Kerajaan Demak pada saat pemerintahan Prabu Brawijaya ke – V.
Dalam perjalanan tersebut beliau mendapat wangsit berupa petunjuk bahwa perahu
mereka harus berhenti di lereng Gunung Penanggungan setelah tiba di tempat
tersebut mereka menambatkan perahu dan berjalan memasuki hutan kemudian
menemukan sebuah gua disalah satu gunung kecil tepatnya disebelah utara gunung
penanggungan yang saat ini gunung tersebut saat impian dinamakan masyarakat
sekitar sebagai Gua Penanggungan.
Di dalam gua inilah Raden Mas Subronto bersemedi memohon petunjuk pada Yang
Maha Kuasa dimanakah tempat yang cocok untuk puteranya bertempat tinggal memulai
kehidupan yang baru.
Syahdan ditengah khusuknya beliau bersemedi datanglah jin pengganggu berwujud
putri yang menginginkan supaya dikawinkan dengan Raden Mas Adziman dengan
menghiba dan setengah memaksakan kehendaknya minta dikawinkan, tentu saja
permintaan tersebut ditolak dengan halus oleh Raden Mas Subronto dengan
mengatakan hal tersebut tidak mungkin terjadi karena kita berbeda, kami manusia
berwujud kasar dan jin putri berwujud halus ( gaib ). Merasa di tolak jin putri menjawab
“ Baiklah kalau begitu, aku mengalah tetapi sebagai gantinya semua keturunan Raden
Mas Adziman yang datang ke Gunung Penanggungan sampai dengan tujuh turunan
menjadi bagianku. “
Artinya semua keturunan Raden Mas Adziman tidak boleh datang ke Gunung
Penanggungan sampai turunan ke tujuh, apabila hal ini dilanggar maka tentu mendapat
halangan dan tidak bisa kembali ke rumah.
Syarat itupun disetujui oleh Raden Mas Subronto dan meneruskan semedinya tanpa
diganggu apapun sampai mendapat wangsit/ petunjuk dari Yang Maha Kuasa, bahwa
puteranya RM Adziman harus berjalan ke arah timur Gunung Penanggungan dan
dalam perjalanannya tersebut diharuskan menggali tanah seluas 1 m2 dan setelah
digali maka tanah hasil galian harus dikembalikan lagi ke dalam lobang, apabila
ternyata setelah dimasukkan tanahnya kurang maka teruslah berjalan lagi dan menggali
kembali seperti semula sampai menemukan sebidang tanah yang digali dimana hasil
galian yang dikembalikan ternyata lebih, maka disitulah tempat tinggal yang sesuai
untuk Raden Mas Ardiman. Begitulah seterusnya mereka berjalan ke arah timur dan
terus menggali dan mengembalikan tanah berkali-kali tanpa berputus asa, akhirnya
tibalah disebuah tempat yang hutannya begitu lebat sampai Canopy masing-masing
pohon saling bersinggungan, pertanda tanahnya subur loh jinawi.benar saja setelah
tanah digali dan dikembalikan lagi seperti yang mereka lakukan sebelumnya ternyata
tanah tersisa lebih banyak. Maka Raden Mas Ardiman memutuskan ditemapat itulah
mereka menetap dan dan menjalani hidup yang baru. Ketika mulai membabat alas
Raden Mas Adziman memohon petunjuk Yang Maha Kuasa dengan bersemedi di hutan
tersebut hingga terdengar wangsit atau petunjuk yang mengatakan bahwa jika
membabat alas tersebut harus menggunakan alat yang bernama Caluk /Clurit 

Demikianlah sesuai wangsit mereka membuat Caluk beramai-ramai yang akan digunakan untuk membabat alas (hutan).
Dari nama alat tersebut, maka Raden Mas Adziman memberi nama desa tempat
mereka tinggal tersebut adalah Pecalukan. Untuk mengingat bahwasanya mereka membabat
alas pertama kali dengan menggunakan alat tersebut.
Begitulah dengan menggunakan alat yang bernama Caluk tersebut mereka membabat
hutan, banyak sekali pohon-pohon ditebang dan dari kayu-kayunya mereka
membangun rumah –rumah untuk tempat tinggal. Semakin luas daerah yang terbuka
ternyata di sana banyak terdapat batu yang besar-besar dengan bentuk yang beraneka
macam antara satu dengan yang lain. Seperti yang berada di sebelah timur ditemukan
batu berbentuk tumpeng , maka diberi nama “Watu Tumpeng”   yang sekarang digunakan
warga untuk meletakkan tumpeng saat ada acara sedekah desa dilaksanakan setiap
tahun.
Di sebelah barat terdapat jenis batu yang mudah hancur maka mereka menyebutnya
“Watu Gumyur”  di sebelah selatan terdapat jenis batu yang kalau dipukul mengeluarkan
bunyi mirip lonceng maka mereka menyebutnya “Watu Ceneng” , sebab jika dipukul
mengelauarkan bunyi teng…..teng.Masih di daerah bagian selatan juga terdapat jenis
batu yang berbentuk seperti pantat manusia, maka mereka menyebutnya “Watu
Bokong”. Sedangkan batu yang di drkat sumber air sehingga kalau duduk di atasnya
dingun sekali mereka menyebutnya “Watu adem”. Sedangkan di sebelah utara terdapat
jenis batu yang sangat baik bila digunakan untuk menagasah / mempertajam senjata
mereka, oleh karenanya diberi nama “Watu Ungkal”.
Demikian sejak saat itu Raden Mas Adziman menetap di desa Pecalukan sampai
menikah dan mempunya keturunan 9 orang yang tersebar di berbagai daerah.
Masyarakat sampai sekarang memanggil anak-anak RM Adziman tersebut dg sebutan
“mbah” yaitu
1. Mbah Badjuri
2. Mbah Kapinah
3. Mbah Marinten
4. Mbah Kidjan yang diberi julukan Anggres
5. Mbah Sagimah
6. Mbah Pondok (satu-satunay keturunan RM Ardiman yang tidak punya keturunan)
7. Mbah Sar
8. Mbah Mo
Anak no 1 dan 2 tinggal di daerah Gempol sampai akhir hayat beliau, sedangkan anak
no 3 sampai dengan 9 tetap di Pecalukan tersebar di beberapa dusun yang sampai
sekarang pesarean beliau semua terawatt dengan baik.
Sepanjang hidupnya beliau menjadi sesepuh yang dihormati dan dibanggakan sampai
akhir hayat beliau. Karena memang selama hidupnya beliau membaktikan diri dengan
segenap hati untuk membantu masyarakat desa Pecalukan baik dalam hal mengatasi
permasalahan keamanan, perkawinan, sampai pada wabah penyakit yang saat itu
dinamakan Bug Geblug dalam istilah Jawa. Khususnya untuk masalah yang satu ini
masayakat berkumpul bersama-sama dengan membawa obor kemudian denagan
dipimpin satu orang ketua, mereka berkeliling kampong sambil membaca Nadumud
Burda dan jika sampai sampai di perempatan jalan desa, ketua kelompok akan
berteriak dengan mengatakan “Burda” akemudian pengikut yang lain akan menjawab
serentak dengan dengan menyebutkan kata “Pring”. Maksudnya agar setan-setan
pembawa wabah penyakit pergi semua.
Sampai sekarang kebiasaan ini masih dipakai, khususnya pada saat salah satu warga
mengadakan tasyakuran akan menempati rumah baru selalu dibacakan sholawat
Nadumud Burda dengan maksud agar sebelum dihuni hal-kal yang tidak baik dalam
rumah tersebut supaya hilang semua. Sehingga waktu menempati rumah tercipta
ketentraman dan kedamaian bagi semua penghuni rumah.
Untuk menghormati sesepuh yang merupakan leluhur, desa Pecalukan setiap tahun
senantiasa diadakan haul besar-besaran yang dinamakan “Selamatan Desa” (GADESOAN) dengan
tujuan yang mulia yaitu memberi doa restu pada leluhur desa Pecalukan RM Adziman
atau Mbah adziman. Juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa
atas berkah yang dilimpahkan kepada seluruh masayarakat desa Pecalukan selama ini,
serta agar terhindar dari bencana, malapetaka, maupun hama penyakit.
Selamatan desa tersebut dilaksanakan secara gotong royong sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Yang penting bisa melaksanakan setiap tahun, biasanya
setiap bulan besar (setelah Hari Raya Idul Adha), sebab masyarakat Pecalukan masih
percaya apabila tidak diadakan acara selamatan desa atau bersih desa bisa diartikan
kurangnya rasa mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa, serta ada
sebagian masyarakat percaya bahwa Roh Leluhur mereka senantiasa datang
berkeliling desa dalam wujud “Macan Putih” dan “Serigala” (INI ALASAN DESA PECALUKAN IDENTIK DENGAN MACAN PUTUH&SERIGALA) setiap malam tertentu.
Demikianlah sampai sekarang semua tradisi dan ritual budaya tetap dipertahankan dan
dipelihara masyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal daerah tersebut.
Keunggulan:
-warga desa Pecalukan Memiliki Bakat yang luar biasa.
 -Pemuda Pemudinya pun mampu menerima pedidikan dengan baik dgn dan banyak memiliki prestasi yang dapat menjunjung tinggi nama desa Pecalukan 
-memiliki sekolah2 dari tingkat Paud-SMA 
-Warga desa pecalukan yang memiliki Kerukunan dan Ketentraman                
-Masih Kental dengan Kepercayaan Mistis 
-Memiliki daerah wisata (Tretes, air terjun Kakek Bodo, 
-Dan Keunggulan lainya yang sangatbanyak dan tidak mungkin bisa disebutkan